(Si)apa Kini yang Mengorganisir dan Menggerakkan Massa?



Leader dan Leadership bagai dua sisi mata pisau. Pisau yang dapat digunakan untuk mengorganisir dan menggerakkan massa. Pemimpin lebih merujuk pada sosok, manusia. Sedangkan Kepemimpinan sebagai alat yang digunakan oleh pemimpin dalam mencapai tujuan dari kepemimpinannya. Kepemimpinan sebagai alat, lebih dimaknai sebagai perangkat yang memungkinkan dapat berjalannya sebuah sistem, struktur beserta perangkat simbolik lainnya. Sehingga antara manusia sebagai pemimpin dan kepemimnan sebagai alat memiliki satu tujuan yang sama, Keadilan. Hanya manusia saja yang ‘berani’ memegang amanah sebagai khalifah. Wakil Tuhan di bumi.Sebagai mahluk sempurna, manusia kadang harus berhadap-hadapan dalam ruang dimensi mahluk lain. Di satu sisi manusia bisa saja berkelakuan sebagaimana hewan. Di sisi yang lain manusia juga dapat bertindak sebagaimana malaikat. Karena bisa berkelakuanseperti hewan dan bertindak seperti malaikat, manusia harus mendayagunakan apa yang telah dimilikinya. Indra, akal, hati dan tunduk pada wahyu suci seharusnya dapat dijadikan modal sebagai manusia dalam menapak.

Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri. Kesendirian manusia hanya pada saat ia menghadap menengadah kepada sang Khaliq. Ketika hidup bermasyarakat, beragam pola adat kebiasaan akan banyak mempengaruhi kepribadian manusia. Mulai dari lingkup terkecil dalam keluarga, lingkungan sekitar sampai lingkup yang lebih besar. Dalam keluarga, kepribadian tumbuh seiring dengan pendidikan yang diajarkan oleh ke dua orangtua. Di lingkungan sekitar, asupan pergaulanterjalin dari interaksi timbal balik. Dalam lingkup yang lebih besar, bisa saja ditemui perbedaan kultul, kebiasaan yang konstras. Sehingga perlu pemahamaan agar tidak terjadi pen-justifikasi-an, klaim kebenaran.

Untuk menghindari dari keterpurukan sikap, tindakan dan perilaku maka dibutuhkan ilmu. Ilmu untuk memahami dalam bergaul, bermasyarakat maupun berbangsa.Ilmu adalah gerbang pengetahuan. Pengetahuan untuk mengetahui rahasia-rahasia ilahi. Untuk menguak kerahasiaan itu dibutuhkan kwualitas diri. Kwualitas diri ber-rupa-wajah kebijaksaan, keimanan dan ketaqwaan. Beberapa kwulalitas ini menjadi modal diri sebagai pemimpin. Disamping juga modal sosial dimana ia hidup. Sehingga unsur jasadiyah dan rohaniah terbangun keutuhan dalam pikiran dan tindakan, ucapan dan perbuatan, ide dan praktek. Keselarasan ini yang menjadikan manusia itu dapat dikatakan menegakkan kebenaran. Kebenaran manusia sebagai khalifah. Masih ada banyak hal yang perlu juga dijadikan sebagai modal ia sebagai pemimpin. Pemimpin harus bisa menjadi pelayan, melayani yang dipimpin. Pelindung bagi orang-orang yang tertindas. Mampu membebaskan dari sekat diskriminasi. Menerobos belenggu dominasi dan subordinasi. Mendistribusikan secara merata dan semua dapat hidup dalam satu kesatuan.

Bila secara kepribadian manusia telah utuh sebagai pemimpin. Maka selanjutnya adalah bagaimana memainkan peran dan fungsinya. Peran dan fungsi sebagai pemimpin. Dalam periodesisasi kepemimpinan pasti ada satu nilai yang dijadikan sebagai tujuan. Tujuan itu akan didapat ketika nilai telah tersebar luas dan dipercaya sebagai cara paling ampuh dalam mencapai tujuan. Nilai yang menjadi dasar sistem, yang membentuk stuktur dan yang menjadi simbol-simbol. Lihat saja, ketika kekuatan-kekuatan besar yang mempengaruhi perjalanan dunia modern tidak luput dari pertarungan nilai. Kapitalisme VS Sosialisme, merupakan daya kekuatan besar yang bisa saja ‘merusak’. Kedua sistem itu hanya sekedar contoh, ketika ingin melihat daya gerak. Paska perang dingin, dan sosialis kalah, semakin menjadikan Barat muncul sebagai kekuatan tiada tanding. Peradaban Barat telah mengambil alih, dibuktikan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dominasi Barat tidak hanya dapat disaksikan ditempat asal, tetapi telah mengglobal kesuluruh dunia.

Dari pesatnya perkembangaan dan ekspansi dalam dunia global,semuanya kini bisa dilakukan tanpa harus ada keterlibatan. Dalam artian bahwa, subjek diri sebagai manusia telah berganti dengan suara, gambar dan gerak visual. Coba saja lihat dan saksikan bagaimana era komunikasi telah memangkas jarak. Media sosial menjadi ruang baru dalam berinteraksi. Televisi menjadi media obral iklan, citra dan image kepribadian. Semua bergeser, dari dulu budaya yang masih bersifat oral, wicara ke literasi dan kini ke nonton dan nongkrong. Sekarang bisa menyaksikan saja, tidak perlu repot-repot turun kelapangan, semua bisa dipantau lewat teknologi. Semua bermuara sebagai pasar. Pasar yang menjadikan demikian. Pasar memproduksi segala kebutuhan manusia lewat iklan. Jadi, untuk memasarkan produknya mereka menciptakan pasar. Akibatnya manusia kini hanya menjadi penikmat, penonton, dan elemen penggerak dari pasar. Bila kondisi seperti ini maka kekuatan untuk mengorganisir dan menggerakan telah beralih. Beralih dari subjek diri yang memiliki kepasitas peran dan fungsi sebagai pemimpin, menjadi teknologi-media sebagai penggagas. Lewat teknologi-media semua kini bisa didapat, untuk memperoleh, untuk digunakan, untuk menjadikan apa yang diiginkan. Daya guna teknologi-media itu yang harus diwaspadai sebagai belenggu manusia. Ketika dahulu merupakan produk kebudayaan, kini malah menguasai sekaligus juga membelenggu manusia penciptanya.

Dalam sejarah, perubahan terjadi paling tidak ada dua sebab yang menjadikannya. Sebab pertama oleh orang-orang besar. Sebab kedua oleh massa, an-nas. Sekarang, kondisi telah jauh berbeda, dibanding dahulu, seperti yang dilakukan oleh orang-orang besar. Maka untuk mengorganisir dan menggerakan massa, perlu dilihat bagaimana kondisi massa itu sendiri. Massa sekarang lebih mudah tersekat-sekat ke dalam ruang. Namun, ruang itu sendiri tidak terdapat daya penyatu yang kokoh, ideologi. Mereka berkumpul, membentuk kelompok sebatas karena kesamaan kesukaan, hobi. Begitu cair. Ditambah ada akses yang memudahkan untuk mengekpresikannya. Di Mall, nongkrong di Caffe, sembari di Resto semua bisa dilakukan. Tinggal berkomunikasi, bisa menjangkau jarak. Ketika nyaman melakukan itu, selama itu pula dua hal terpraktekkan. Pertama kesukaan, kedua mengikuti arus yang menggejala. Mereka merasa nikmat dengan kesukaan yang terbentuk bukan karena kesadaran subjek, tetapi karena berhadap-hadapan dengan kekikian. Kekinian yang memaksa diri bergulat dengan image, simbol dan bendawi.

Mengutip dari Muhammad Iqbal (1873-1938) untuk perbincangan lebih lanjut.“Hancurkan dunia sampai berkeping-keping bila tidak sesuai denganmu. Dan ciptakan dunia yang lain dari kedalaman wujudmu. Betapa pedihnya manusia merdeka yang hidup di dunia yang diciptakan oleh manusia lain.”

Komentar