Kuasa Uang Atas Manusia yang "Menciptakannya"

Barang siapa memiliki uang satu sen maka ia berdaulat atas seluruh manusia; memerintah para juru masak agar menyajikan santapan baginya, memerintah para bijak-cendekia untuk memberinya pelajaran, memerintah para raja untuk menjaganya-sejauh satu sen. (Thomas Carlyle).


Itulah gambaran dari kuasa uang. Uang yang diciptakan sebagai alat, ternyata mempunyai kuasa diatas manusia, kelompok atau pemerintah yang menciptakannya. Kuasa itu adalah nilai dari uang itu sendiri. Kuasa yang lahir atas penilaian dan penggunaannya. Sungguh menjadi persoalan ketika uang yang awalnya menjadi inturment untuk kemudahan dalam perdagangan, lambat laun bergerak secara pasti berubah menjadi tujuan. Tujuan yang dikehendaki oleh pemilik uang. Adalah sebuah kenyataan seorang tahanan dapat keluar masuk penjara, sesuai yang dikehendakinya, dengan memakai uang. Dengan uang yang bertumpuk dari gajinya sebagai petugas pajak, menipu muslihat para penjaga rutan untuk keluar dari kerangka jeruji besi penjara.


Gayus HP Tambunan, yang saat ini lebih akrab dijuluki sebagai ‘mafia pajak’, memperlihatkan kenyataan atas kuasa uang. Polisi rutan Brimob yang sejatinya bertugas untuk menjaga para tahanan, tidak kuasa menahan besarnya kekuatan dari uang. Penyogokan yang dilakukan oleh Gayus, tidak lain adalah pemanfaatan uang untuk tujuan agar dirinya bisa melengkang keluar masuk penjara. Kuasa atas uang yang dimiliki oleh seseorang mampu menjadikan dirinya seolah-olah menjadi “penguasa” (baca: raja) atas orang lain, meskipun posisi ia sebenarnya sebagai tersangka dan dipenjara.


Ditengah gencarnya pemberitaan terhadap kasus yang melibatkan pejabat dan para pemegang kukuasaan di Negara ini, meskipun berangkat dari program, rencana, keinginan, gagasan dan harapan yang berbeda, tetapi mempunyai titik klimaks yang sama, yaitu pundi-pundi uang. Kasus demi kasus yang menyeruak kepermukaan adalah bentuk pengungkapan keberadaan uang yang diselengwengkan, disalangfungsikan, dikorupsi oleh orang-orang yang diamanahi untuk mempergunakannya sesuai dengan tujuan awalnya. Kendati dengan pengawasan yang ketat, nyatanya bentuk penyuapan, penyogokan, money politik menjadi tambahan dalam setiap kasus yang terungkap. Adanya indikasi kearah penggunaan uang yang tidak pada jalur yang semestinya, membuktikan bahwa uang itu sendiri telah mengalami pergeseran makna oleh manusia yang menciptakannya sendiri.


Pada awalnya manusia memakai uang itu diperuntukkan untuk mempermudah dalam memenuhi kebutuhan hidup. Setelah dirasa adanya kesusahan dalam sistem barter. Selain itu, proses rasionalisasi yang menggejala pada masyarakat modern, menjadikan uang itu mempunyai peran dan fungsi yang melebihi kapasitasnya sebagai alat. Adanya pergeseran peran dan fungsi uang tidak lain adalah besarnya nilai yang terkandung dari uang. Satu sen, satu rupiah, satu juta, satu milyar, satu triliun adalah nilai uang. Nilai intrisik dan nilai nominal dalam setiap koin atau lembar uang menghadirkan kuasa yang berbeda, seperti uangkapan diatas. Namun kuasa itu sejatinya adalah sama, yaitu “menundukkan orang lain”.


Begitu hebat yang namanya uang sehingga menimbulkan kewajaran dalam kehidupan, bahwa uang mempunyai posisi yang penting. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan material semata, tetapi mampu memenuhi keinginan diluar yang dibayangkan. Semakin besar kebutuhan yang harus dipenuhi, menjadikan tiap orang akan memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut. Bekerja, meminta, meminjam, menipu, mencopet, merampok, merampas dan cara yang lain-lainnya adalah bentuk dari menghadirkan uang ditangan untuk segera dipergunakan sesuai dengan keinginan maupun kebutuhan. Begitulah yang sering terjadi, orang bekerja siang malam, meminta kepada orang tua atau orang lain, mencopet dipasar, diangkot, menipu melalui undian berhadiah, merampok brangkas uang, mesin ATM, merampas tas, dompet. Kenyataan ini adalah kuasa uang yang menjadikan orang tersebut berbuat demikian, kuasa untuk menjadikan time is money.


Sekiranya perlu untuk meninjau kembali, sebenarnya apa itu uang?, ini mungkin pertanyaan klise, tetapi membutuhkan rasionalisasi yang jelas, sehingga uang itu tidak menjadi sesuatu yang “mulia” bila dimiliki. Kembali kepada peran dan fungsi uang itu sendiri, adalah sebuah alat yang diperuntukkan untuk mempermudah manusia dalam kehidupan. Persoalannya sebenarnya adalah masalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Sudah menjadi kondratnya manusia berupaya mempunyai hasrat untuk memenuhi keinginannya. Sehingga kehadiran uang menjadi sarana untuk mewujudkan keinginan tersebut. Meskipun kadang kala kenginan itu melebihi kebutuhan yang wajar. Pemenuhan dalam kehidupan ini yang kemudian menjadikan manusia berlomba-lomba untuk mencari dan mengumpulkan uang.


Dalam proses mencari dan mengumpulkan uang dapat dijumpai terjadi ketidakadilan, sampai pada memunculkan segala cara untuk memperolehnya. Proses ini menandakan bahwa uang masih menjadi penentu dalam kehidupan. Sedangkan manusia yang menciptakan uang itu sendiri dikuasai oleh power of money. Bila kenyataan semakin mengarah kepada proses pemusatan uang dan segala akibatnya, jalan yang perlu dilakukan adalah merealisasikan keadilan. Sehingga uang yang dimiliki oleh seseorang tidak menjadi raja untuk menundukkan orang lain. Harapan untuk memperoleh damai dan sejahtera sepertinya mustahil tanpa adanya unsur keadilan dalam tiap sendi kehidupan. Begitu pula dengan kehadiran uang, uang diciptakan untuk keadilan dalam kehidupan, menjadi sebatas alat, bukan sebagai tujuan, bukan pula untuk kearogansian sang pemilik.

Komentar