Perempuan dan Wanita Karir

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, perempuan pun banyak yang beraktifitas sebagai tulang punggung ekonomi bagi keluarganya. Bermacam pekerjaan yang dilakoni oleh perempuan tak jarang dikatai telah merambah sektor yang dianggap wilayah kerja laki-laki. Kerja diwilayah publik dan domestik seola-olah dibentuk untuk membedakan mana yang dikerjakan oleh perempuan dan mana tangganng jawab yang musti dikerjakan oleh laki-laki. Adanya dua klausul ini menandai peran perempuan dan laki-laki dibedakan.

Pembedaan ini bisa jadi timbul dari tradisi yang telah mengkonstruk interaksi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya karena adanya tafsir atas teks suci ajaran.

Untuk melihat bagaimana peran laki-laki dan perempuan dalam membagi peran masing-masing dan diwilayah yang mana bersama-sama harus berjarang beriringan, perlu dilihat terlebih dahulu, kerja apa yang dilakukan. Dalam lingkup rumah tangga tentu dilakukan secara bersama-sama, meski adakalanya urusan dibelakang-salah satunya menyiapkan makanan-sering dilakukan oleh perempuan. Namun tak jarang kaum laki-laki pun pandai menyiapkan hidangan. Yang terpenting dalam wilayah ini adalah bagaimana keduanya berkolaborasi.

Dalam hal mendidik anak tak bisa keduanya dilepaskan, harus ada keseimbangan, karena dalam lingkup keluarga inilah besar peranannya dalam membentuk kepribadian sang anak. Pada level keluarga ini juga yang memegang peran penting guna pengawasan dan didikan bagi anak agar apa yang telah di dapat oleh anak diwaktu dia bermain dan dilingkungan dapat diketahui oleh kedua orang tua.

Sekali waktu dapat diperhatikan, perempuan tanpa disadari telah memberikan pengaruh yang kuat terhadap kondisi sebuah keluarga. Perempuan tak jarang harus menjalankan double aktifitas di saat tekanan ekonomi keluarga berada pada kondisi terjepit. Inisiatip untuk kerja diluar aktifitas dirumah, menempatkan perempuan sebagai titik keluar dari tekanan yang menerpa keluarga. Di sebut sebagai wanita karir atau yang semacamnya adalah representasi dari double aktifitas itu. Meski tak tepat juga dikatakan demikian, karir yang dimaknai sebagai ruang publik bagi perempuan, yang seolah-olah memposisikan perempuan dengan begitu muncul ketakberimbangan pada wilayah rumah tangga.

Penyebutan wanita karir merupakan hal yang baru dalam konteks aktifitas diluar rumah. Bukankah aktifitas itu telah berjalan diwaktu perempuan itu berada? Dalam arti bahwa aktifitas diluar rumah itu telah dilakukan pada masa yang lalu sebelum inisial itu ada. Sebutan sebagai wanita karir ini sering disematkan pada perempuan urban, yaitu perempuan-perempuan yang hidup di kota metropolitan. Kota yang mampu mendepak siapa saja bila ia tak tangguh menghadapi derap kehidupan. Banyak hal yang menimbulkan kenyataan ini, bisa jadi timbul dari akses informasi yang lebih cepat diterima, ketatnya persaingan kerja ditengah himpitan ekonomi, peluang untuk itu lebih besar dan gaya hidup. Pertanyaanya adalah apakah sebutan wanita karir itu sebagai representasi emansipasi perempuan? Menongok kepada Kartini, yang tiap tanggal 21 April selalu diperingati, sebagai sosok perempuan yang telah ”mengentaskan” perempuan untuk sejajar dengan laki-laki, yang berjuang dalam kepriyayiannya, feodalisme, atas nama kamanusiaan dan kolonialisme penjajah adalah salah satu jawabannya dan mungkin juga untuk yang akan datang.

Lebih kepada ide yang digagas dan ditorehkan oleh Kartini melalui surat-suratnya. Tulisan-tulisan Kartini yang menggambarkan kondisi dirinya dan lingkungannya adalah wujud perjuangannya. Melalui tulisan itu juga orang diluar dirinya mampu melihat, merasakan dan memahami atas apa yang telah digeluti Kartini semasa hidup, terutama soal peran perempuan. Maka, dengan ide itu juga Kartini tampil sebagai perempuan yang tangguh diatas kehidupan yang kecil bagi peran perempuan dan itulah karirnya. Sebelum Kartini, sosok-sosok perempuan tangguh pun telah berbuat, sebut saja misalnya, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, yang karirnya maju di medan peran dan mengangkat senjata, dan kepahlawanan itulah torehannya.

Dunia metropolitan yang mengkendaki tiap orang untuk tetap survive, maka berkarir itu kemudian menjadi salah satu cara bagi perempuan yang disebut sebagai wanita karir. Berbekal pendidikan, wawasan dan pengalaman sebagai modal mereka-para perempuan-berpacu demi kelangsungan hidup keluarga. Sayang bila torehan dari wanita karir itu ada sebagai bentuk gaya hidup dan bukan lagi sebagai bentuk perjuangan atas keadaannya dan lingkungannya. Emansipasi perempuan pra dan paska kartini dapat dimaknai sebagai bentuk kemandirian. Kemandirian dalam arti bahwa perempuan berposisi sama dengan dirinya sendiri, keluarga dan diluar. Sehingga torehnya itu bukanlah wujud keterkungkungannya sendiri sebagai gaya hidup perempuan urban di kota metropolitan.

Komentar