Menutur Katakan

Cepatnya arus informasi yang tertayang pada laman-laman layar dunia maya media informasi, di satu sisi menambah pengetahuan akan sesuatu yang diberitahukan lewat tulisan. Di sini lain begitu derasnya sampai-sampai tak mampu lagi menelaah secara mendalam apa sebenarnya orientasi dari paparan informasi yang disampaikan. Betapa mudah akses yang di dapat, tetapi apakah kesemuannya memberikan kemanfaatan secara pengetahuan atau yang lainnya. Sering kali kita kalau tidak menyampaikan ide gagasan, mengomentari ide gagasan orang lain. Proses yang berjalan kadang berkutat pada dua hal itu. Mungkin saja akan terlihat bagaimana gagasan yang terbangun lewat tulisan yang disampaikan merupakan usaha untuk meyeleraskan dataran pemikiran dengan bentuk kongkret menjadi susunan kalimat. Lebih pada usaha menjembatani keduanya, agar keterjarakan tak terjadi secara kontras.

Mencoba untuk merumuskan sesuatu yang dipikirkan kadang kala terhambat oleh kalimat seperti apa yang akan memberikan kepahaman pada diri atau orang lain sebagaimana ide itu ada dalam pikiran. Sebelum menjadi kalimat, tatanan dan pilihan kata yang akan dipakai tak lepas pula dari pilihan rasa. Jelas memang, bahwa susunan kata pada kalimat belum sepenuhnya merepresentasikan maksud yang diharap. Ada keterbatasan makna pada kata maupun yang tersusun menjadi kalimat dalam menutur katakan segala sesuatu. Tulisan sebagai bentuk mengabstraksikan secara kongrit pikiran tak sepenuhnya mampu hadir, dan makna yang termaktub pada kata maupun menjadi susunan kalimat pada tulisan terus berproses pada idealitasnya. Maka, untuk menjadikan apakah tulisan ini benar sesuai dengan kehendak yang dipikirkan yang juga sesuai dengan objek yang dituturkan perlu tahapan proses pemahaman secara dialogis.

Pertama, mengenai kejelasan arti. Kejelasan arti dari yang dituturkan. Sebab beragam arti dapat muncul dari kalimat yang tersusun. Setiap orang dengan bermacam latar belakang pemahaman pun akan memiliki tafsir tersediri dari kalimat yang sama tetapi akan dimengerti bermacam kejelasan arti oleh banyak orang. Maka harus ada kesatuan dari kejelasan arti kalimat yang ditutur katakan. Kedua, bila kalimat yang telah ditutur katakan sudah memiliki kejelasan arti secara leksikal, oral. Selanjutnya perlu ditelusuri apakah kejelasannya sesuai dengan apa yang dimaksudnya oleh si penutur. Cukup sulit menelusirinya, sebab kalimat yang telah dituturkan bisa jadi telah sekian lama beredar dan diketahui oleh umum, sehingga maksud dari si penutur sendiri bisa jadi telah terkonstruksi oleh tafsiran baru dari orang lain yang meneruskan tuturannya. Bila kedua tahap diatas telah dijalankan selanjutnya uji yang ketiga adalah pernyataan yang telah sesuai kejelasan arti dengan yang dimaksudkan oleh si penutur dikonfirmasikan dengan kenyataan. Fakta-fakta empiris sebagai ujung dari keseluruhan pemahaman dialogis dari apa yang ditutur katakan. Bila tak terjadi relasi secara makna maupun hubungan yang jelas, berarti ada suatu yang tereduksi pada kejalasan arti, kejelasan maksud penutur atau pada fakta empirisnya.

Paparan selengkapnya mengenai proses penyataan dialogis ini merujuk pada tokoh Jurgen Habermas, Theory of Communicative Action, 1988.

Komentar