Semua Boleh, Kecuali yang Dilarang

Ketika mengikuti sebuah ajang perlombaan, ada peraturan yang harus diikuti sebagai rule jalannnya perlombaan. Ada peserta lomba. Ada hadiah yang diperebutkan. Dalam perlombaan menang dan kalah suatu hal yang wajar. Memang seperti itulah dalam setiap kali perlombaan. Tetapi diluar ketentuan umum yang berlaku, kadang ada juga yang menggunakan cara diluar ketentuan peraturan perlombaan. Tidak menjunjung sportivitas, bermain curang, malah sudah terkondisikan sebelumnya siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Pengaturan-pengaturan diluar arena ini yang menjadikan sebuah perlombaan kadang bukan menjadi ajang untuk saling menjunjung tinggi sportivitas, strategi, perjuangan dan kemampuan optimal si peserta. Malah menjadi ajang balas dendam, luapan keegoisan, dominasi dan kecenderungan superioritas. Lantas bagaimana kalau sudah seperti ini menjadi hal yang umum berlaku dalam setiap kali perlombaan?.

Perlombaan-perlombaan dahulu sebagai ciri manusia yang suka dengan ragam permainan (homo ludens) kini menjadi industri. Tengong saja ajang perlombaan yang telah mendunia saat ini, dan yang paling tersohor adalah sebak bola. Demam sepak bola telah mendunia, hingga menjadi sebuah ajang perlombaan antar Negara di dunia. Penyelenggaraan perlombaan ini untuk menguji kemampuan mengolah si kulit bundar. Menciptakan atraksi-atraksi menarik dan tentu saja memanfaatkan fanatisme pendukung dan penggila bola untuk menjadikannya terus bergulir dilapangan hijau.

Seperti halnya dalam sebuah perlombaan, hidup ini pun bagaikan perlombaan. Jalannya perlombaan hidup itu dimulai dari keikutsertaan manusia semenjak lahir kedunia. Keikursertaan manusia pada ajang perlombaan ini, bukan berdasar pada keahlian, keterampilan, kejeniusan dan keunggulannya lainya. Sehingga ia layak masuk sebagai peserta lomba, namun atas kehendak Sang Pencipta. Dengan demikian setiap orang dengan beragam kemampuan, kondisi fisik-psikologis, baik-buruk, muda-tua, semuanya adalah peserta.

Sebagaimana dalam perlombaan, akan dimulai dari awal sampai tujuan akhir perlombaan. Kadang ditengah-tengah perjalanan ada peserta yang gagal atau gugur. Namun hal ini tidak berlaku dalam perlombaan hidup, awal dan akhir perlombaan tidak ada yang tau kapan waktu itu akan terjadi. Ketika sedang dalam perlombaan berlangsung mengalami kegagalan atau gugur. Ia dapat memulai kembali dan mengikuti perlombaan itu untuk kesekian kali dalam perlombaan yang sama. Selama ada waktu dan kesempatan, ia masih berhak untuk mengikuti kembali.

Dalam perlombaan ini juga, antar sesama perserta dapat bekerjasama, saling membantu ataupun bersama-sama melewati jalannya perlombaan. Cuma tidak diperkenankan menggunakan dan menghalalkan segala cara. Sedangkan cara-cara yang diperbolehkan berdasar bahwa semua hal boleh dilakukan kecuali yang dilarang dan bahwa semua itu dilarang kecuali yang telah diajarkan. Kaidah ini berlaku umum untuk semua entitas dari mana pun ia berasal dan kapan ia memulainya.

Waktu terus bergulir sepanjang perlombaan, bagi yang ingin melihat seberapa jauh dan keberhasilan yang diraih, bukan dilihat dari berapa besar skor ataupun pengumpulan nilai yang telah diperoleh, melaikan dari keihlasan dan kesabaran. Kedua kadar ini yang menjadi salah satu penentu dari keberhasilan selama mengikuti perlombaan. Maka untuk menjaga agar terus dapat mengikuti dan sadar bahwa sedang dalam arena perlombaan, diingatkan dengan banyaknya persoalan yang menyulitkan, sakit, kesusahan dan kemalangan lainnya. Diwaktu senang dan gembiran pun menjadi tanda, ingat-ingat kemurahan yang diperoleh jangan sampai memalingkan diri dari arena.

Pada diri peserta kadang ada keinginan untuk tidak mengikuti perlombaan, keluar dari perlombaan, merasa gagal, merasa telah berhasil, semuanya ini tidak menjadi jaminan keberhasilan diakhir nanti. Dualitas itu hanya sekedar pasangan keadaan. Keadaan dari gambaran kondisi diri peserta yang mengikuti. Bagi yang mengikuti, mempersiapkan diri sebelumnya pun tidak menjadi jaminan ia akan berhasil. Bagaimana dengan ia yang keluar dari arena, merasa gagal dan bahkan yang merasa telah berhasil. Semua ini tidak menjadi ketentuan keberhasilan, meski semua akan menjadi pemenang tetapi dalam waktu yang berbeda.

Begitu rumit dan tak terhingga perlombaan yang diikuti, namun ketika hal ini dijalankan dengan ketundukan dan kepasrahan akan terlihat nanti siapa yang menjadi juaranya. Sang juara akan kembali kepada keribaanya yang Maha Besar, bersanding dengan para bidadari dan abadi. Semua ini tidak akan pernah didapat ketika dalam perlombaan dijalankan dengan keburukan dan keingkaran. Semuanya telah menjadi suratan, siapa yang berhasil melampaui rintangan dalam perlombaan dan berhasil, sendiri pun tidak pernah tau. Sebab diri hanya menjalankan apa yang telah menjadi tuntutan dan ajaran yang telah disampaikan oleh utusan-Nya yang Agung. Seperti inilah gambaran real perlombaan di dunia ini, dan semoga kita bagian dari orang-orang yang berfikir.


Komentar