Tak disangka ternyata hati
bersuawicara. Itulah perasaan. Perasaan tentang segala yang dirasa oleh hati.
Rasa sedih, senang, cemburu dan semacamnya. Kalau hati sedang berbicara, seolah
mewakili sepenuhnya tentang apa yang dirasa. Meskipun kata yang terucap
terperantarai. Terperantai oleh mulut kemudian terucapkan. Terperantarai oleh
tangan kemudian menjadi tulisan. Makanya, hati orang lain siapa yang tau.
Sedangkan ucapan dan tulisan hanya kemunculan yang tak tertahan. Tak tertahan
ketika hati merasa sedih, senang, cemburu dan semacamnya.
Perasaan diri muncul dari hati. Hati
yang merasa. Ketika tak tertahankan hati yang merasa akan bertutur cerita
sendiri. Bertutur cerita tentang keadaan hati saat lalu, kini ataupun
sesudahnya. Suasana hati begitu besar mempengaruhi tutur cerita. Di kala sedang
merasa sedih, cerita yang tertutur terasa membakar hati, menyesakkan. Di kala
sedang senang, cerita meluap-luap seumpama hanya diri sendiri saja yang hidup
di dunia, lupa daratan. Di kala sedang cemburu, orang yang disasar seperti tak
punya hati.
Saat hati bertutur cerita, membikin
para pendengar atau para pembaca muncul dari padanya simpati ataupun empati.
Meskipun hati seseorang yang bertutur cerita itu tak menerima bahkan menolak
sekalipun belas kasihan dan perhatian dari para pendengar atau dari para
pembaca.
Apalagi soal urusan hati yang tak
sampai. Jelas hanya mengharap dari yang disasar satu-satunya yang bisa
menenangkan, yang meredam ke-sakit hati-annya. Hati yang tak sampai, seperti
satu tangan saja yang bersedia sedangkan yang dibutuhkan adalah dua tangan
untuk menepuk. Hati yang tak sampai, meski tiada luka padanya, tetapi perih
terasa, getir mengiris, air mata menitis tak terperi. Maka, hanya balasan hati
yang diharap, mengharap terbalas. Tetapi ada daya. Tangan tak sampai. Salah
satu tangan rupa-rupanya tak mengerti, tak paham keinginan hati.
Kisah dari hati yang tak sampai, sampai
kapan pun tetap menjadi kasih. Kasih mengenai yang terkasih. Meski tak bersama
dalam satu hati. Kesatuan hati ‘mungkin’ semata-mata hanya bisa terpenuhi
ketika kisah kasih hati sama-sama mempunyai alur cerita yang sama. Alur cerita
hati yang bertutur cerita cinta.
Berangkali cinta itu yang menyebab
segala rasa pada hati terberi. Terberi sedih, senang, cemburu dan semacamnya.
‘Semacam’ cinta itu yang menyebabkan hati dapat bertutur cerita. Mengisahkan
‘sejenis’ cerita cinta tentang hati yang terjalin berbalas ataupun hati yang
tak sampai. Kedua cerita hati yang terjalin berbalas ataupun hati yang tak sampai,
sama-sama membentuk cerita. Cerita yang ‘serupa’ cinta tetapi tak sama rasanya.
Hati yang tak bertulang, tak bermulut,
tak bertangan layaknya tulang, mulut dan tangan itu sendiri, tetapi hati dapat
bertutur cerita tentang ‘semacam’, ‘sejenis’, ‘serupa’ cinta. Dus,
berhati-hati saja.
Komentar
Posting Komentar