Perempuan Cantik, Anggun dan Mempesona


Ketika memandang secara dalam, melihat sekilas ataupun mengangan-angan seorang perempuan cantik, anggun dan mempesona. Rasanya ingin mengenalnya lebih dari sekedar basa-basi, tak terbantahkan ingin berjumpa lagi dengannya, berharap segera bertemu langsung sekarang juga. Menjadi pemacu untuk terus mendekapnya dalam ingatan, lamunan ataupun mimpi. Semuanya coba diketengahkah agar sosok perempuan cantik, anggun dan mempesona senantiasa dirinya dekat, bersama dan bersatu bersama untuk nanti, esok dan selamanya.

Siapa yang tidak kepincut jika ada sosok perempaun cantik, anggun dan mempesona itu hadir dihadapan mata, tepat berhadap-hadapan. Dari seluit tubuh, paras wajah, tatapan mata, tutur wicara, barang yang dikenakan, gaya berjalan, gerai rambut, lentik cemari, dan segudang atribut lainnya. Semuanya itu tersistem dan terstruktur secara kasat mata untuk menjadikan sosok yang dikatakan cantik, anggun dan mempersona itu ada pada perempuan yang dimaksudkan. Kecuali, orang-orang yang melihatnya diluar tampilan fisik. Orang-orang yang setingkat lebih jauh dan mendalam, bukan tampilan luaran secara kasat mata yang dilihat, namun dari asal muasal sampai ke akar-akarnya dan menjadikanya demikian adanya tanpa ada beda dengan perempuan yang lain.

Ia sebagai seorang perempuan cantik, anggun dan mempesona, secara pengalaman dan barangkali menjadi semacam kebiasaan muncul dengan sendirinya, sebagai penilaian diri kepadanya. Dari sini kemudian memberi pancaran pengetahuan tentangnya dari sudut pandang yang melihat secara jasmaniah, fisik. Beranjak dari penilaian ini, sosok perempuan cantik, anggun dan mempesona kemudian teraktualkan menjadi gambaran bagaimana yang cantik, anggun dan mempesona itu hadir dalam kenyataan sekarang ini.

Ada juga perempuan yang dinilai sebagai perempuan cantik se-jagad, se-anggun dari semua perempaun, se-mempesona dari semua perempuan yang terlahir. Berkat bakat dan kemampuan yang dimiliki, keterlibatan sosial dan tentu saja menyingkirkan kontestan lainnya. Ia menjadi cantik se-jagad dinilai sebagai pemenang. Ia menjadi anggun sebagai represntasi kompetisi perhelatan dunia. Ia menjadi mempesona karena kemampuannya menjawab sederet pertanyaan, serta dukungan dari luar dan aturan main yang terpenuhi. Ketika semua ini terlewati jadilah sebagaimana gambaran sebagai sosok perempuan cantik, anggun dan mempesona se-jagad.

Sosok perempuan cantik, anggun dan mempesona disini yang semula adalah semacam bawaan-bisa jadi juga tidak-yang tampil kepermukaan dan keadaan yang terindra, coba dijadikan sebagai sesuatu yang dapat diukur. Dari keterukuran yang diketahui, keadaan perempuan cantik, anggun dan mempesona kini tampil menjadi gambaran fisiknya. Fisik yang kemudian lebih nampak dibandingkan dengan keadaan luaran namun kedalam yang fisik. Dengan kata lain, bentuk materialnya yang menjadi cacatan penilaian ia sebagai perempuan cantik, anggun dan mempesona.Dari fisik yang kemudian mensistem dan menstruktur kedalam perempuan agar ia dapat dikatakan demikian. Jadi, ada konstruk yang terbangun, bahwa perempuan cantik, anggun dan mempesona ya seperti ini-itu diatas. Di satu sisi, penilaian itu mereduksi perempuan sebagaimana yang tergambar secara fisik semata. Di sini lain, lewat penilaian itu juga perempuan cantik, anggun dan mempesona terlihat dari tampilan luaran beserta atribut yang menghiasi, diluar itu tidak.

Sebenarnya, semenjak kapan menilai sosok perempuan cantik, anggun dan mempersona?, itu sendiri muncul sekarang ini. Barangkali pertanyaan ini beserta turunannya dapat dirunut sejak mengenal perempuan sebagai yang berbeda secara badani dengan laki-laki dalam kebudayaan yang melingkupinya. Segala yang terbentuk dalam penilaian berlanjut pada konstruksi yang menjadikan perempuan dapat dikenali dari sisi kematrialannya saja. Lekat cantik, anggun dan mempesona pada perempuan ternilai terbangun juga dari dalam. Dari dalam perempuan itu sendiri, dimana ada kategori-kategori yang dijadikan pemisah secara jelas jika mengacu pada prinsip logika ala Aristotelian berikut. Pertama, prinsip persamaan (A=A). Kedua, prinsip non-kontradiksi (Anon-A). Ketiga, prinsip penyisihan jalan tengah atau tidak ada kemungkinan jalan ketiga (A/non-A).

Bekerjannya prinsip ini dalam perempuan beserta atribut yang menyertainya, jika ada ketegori perempuan cantik, anggun dan mempesona, berarti ada perempuan yang dikategorikan sebaliknya. Di sini mendudukan perempuan secara dikotomis, A atau non-A, Hitam atau Putih saja. Jadi bisa dilihat bagaimana konstruksi terhadap perempuan cantik, anggun dan mempesona itu dengan sendirinya memunculkan ketegori perempuan sebaliknya. Seolah-olah ia menjadi perempuan cantik, anggun dan mempesona karena ada perempuan yang-maaf, disini di lawankan sekedarnya-jelak/buruk, culun, membosankan. Demikian ini, proses dominasi katogori perempuan A terhadap perempuan non-A terjadi, dan terus berlangsung. Lihat saja bagaimana perhelatan akbar putri ter-/se-, sebagai representasi untuk memilih perempuan ter-/sedunia sekalipun, yang didalamnya jelas tak tercantum kategori perempuan non-A.

Semakin kesini, polesan untuk menjadi bagaimana perempuan yang cantik itu putih, yang anggun itu bersolek barang mewah, yang mempesona itu berpakaian dan bergelantungan aksesoris mewah nan mahal, tersaji sedemikian lumrah. Kondisi ini akan terus memaksa proses dominasi-bawah sadar-terhadap perempuan itu sendiri. Semua yang coba diketengahkan ke publik, diburu dan diikuti agar senantiasa hadir sebagai perempuan cantik, anggun dan mempesona. Penelusuran keberadaan sesuatu sampai pada anggapan cantik, anggun dan mempesona dikejar, mengikuti sedemikian rupa agar eksistensi diri tetap berada dalam arena sistem dan struktur yang berjalan. Disinilah perempuan cantik, anggun dan mempesona mewarnai gemerlap kehidupan arus (post)-modern. Korbannya bisa dilihat, sesama mereka dan yang tersinggirkan oleh derap sistem yang mendominasi.

Komentar