[Novel] Demi Meraih Mimpi

Data Buku:
Judul: 12 Menit
Penulis: Oka Aurora
Penerbit: Noura Books, 2013
Tebal: xiv + 348 halaman
ISBN: 978-602-7816-33-6

Saat menyaksikan penampilan sekelompok orang berbaris, berseragam rapi, memainkan lagu, bergerak berirama membentuk formasi, berbarengan dengan arahan field commander, siapa yang tak terkagum dibuatnya. Kelincahan dalam mengelaborasi beragam jenis alat musik tiup, percussion, dalam memainkan tempo permainan, teknik pukulan, gerakan, semua dimainkan secara fasih. Kepiawaian sebagai tim Marching Band itu, tentu saja  bukan satu dua hari latihan, jauh-jauh hari, bahkan berbulan-bulan lamanya. Apalagi ketika mengikuti ajang kompetisi sekaliber Grand Prix Marching Band (GPMB), latihan tentu saja ditambah jam dan hari seperti pada biasanya. Butuh perjuangan keras untuk tampil sebagai yang terbaik, dengan segala macam tempaan, kemauan, kecintaan, serta kemantapan hati meraih mimpi itu.

Perjuangan keras demi meraih mimpi, inilah gambaran yang tersaji dalam novel 12 Menit karya Oka Aurora. Novel yang diadaptasi dari skenario film berjudul “12 Menit untuk Selamanya”. Menceritakan tentang anak-anak Bontang, yang tergabung dalam Tim Marching Band Bontang Pupuk Kaltim (MBBPKT). Tim yang terdiri dari 120 anak, dari bermacam latar belakang, harus melewati berpuluh-puluh jam berlatih. Dibawah terik matahari yang panas, tempaan dari para pelatih dan terutama problem yang harus mereka hadapi demi meraih mimpi itu. Sekalipun pada awalnya mereka ragu, gundah, tak percaya dan bakat yang “dirasa” kecil.

Eline, Tara, Lahang adalah beberapa nama anak yang tergabung sebagai anggota tim inti. Dulu, sebelum pindah ke Bontang, Eline tinggal dan sekolah di Jakarta. Ayahnya seorang Senior General Manager. Josuke Higoshi, tidak ingin anak si mata wayangnya itu, Eline, memilih apa yang menjadi kecintaannya. Josuke lebih mementingkan keinginannya agar supaya Eline menjadi Ilmuan, ketimbang berkiprah di dunia marching band. Meskipun mendapat azin untuk berlatih, namun aturan ketat harus Eline terima. Eline harus pintar-pintar mengatur waktu, antara sekolah dan keterlibatannya di marching band. Prestasi Eline cukup membanggakan. Nilai sekolahnya tidak pernah turun dari angka sembilan koma lima. Namun sampai akhirnya Eline harus memilih, ketika ia terpilih sebagai wakil sekolahnya dalam ajang Olimpiade Fisika yang berbarengan dengan jadwal GPMB. Kondisi ini, membuat Eline dilema.

Berbeda dengan Tara, setelah mengalami kecelakaan, yang merenggut nyawa ayahnya, pendengaran Tara terganggung. Tinggal menyisakan sekitar sepuluh persen saja. Kecelakaan itu membuat Tara trauma. Terkadang malah membuat kecil dirinya sendiri. Tara kemudian diasuh oleh Oma dan Opanya. Sedangkan sang Ibu masih menempuh pendidikan di Luar Negeri, di Inggris. Masa lalu, bagi Tara seperti momok yang menakutkan, menciutkan bakat kemampuannya. Kecintaan terhadap beragam alam musik, marching band, pernah sekali waktu pupus ditengah jalan. Tara marah dengan kondisinya, terlebih Ibunya, seperti tidak memperdulikannya lagi.

Lain Eline, Tara, lain pula dengan kondisi yang menimpa Lahang. Lahang adalah seorang anak suku Dayak, penduduk asli setempat. Ia berasal dari keluarga yang tak seberuntung kebanyakan teman-temannya. Tinggal dirumah yang sangat sederhana, khas rumah orang Dayak. Banyaknya sakit kanker otak. Lahang sering terlambat datang latihan. Terkadang malah tidak berangkat. Terlambat atau tidak berangkat latihan, Lahang lakukan karena harus mengurus Bapaknya. Meski Pemeliatn sudah berusaha mengomati dengan ritual ala orang Dayak, namun kepada Lah Ta’ala jualah semua berpulang. Sampai akhirnya bapaknya meninggal, pada akhir-akhir menjelang ia menunjukkan kemampuannya di GPMB.

Begitulah yang mereka harus lalui. Bukan main besarnya apa yang mereka hadapi dan pertaruhkan. Rene sebagai pelatih, yang sudah berpengalaman bergabung di Phantom Regiment, tanpa henti menyemangati mereka, seluruh tim. Kunci sebagai kepelatihannya diuji disini, untuk menghantarkan timnya itu meraih mimpi, sebagai pemenang. Rene terus berusaha meyakinkan semua tim, bahwa mereka bisa. Usaha Rene tidak berhenti disitu. Rene pun harus berhadapan dengan ayah Eline, meyakinkan Tara dan berusaha menguatkan hati Lahang. Setelah semua mereka hadapi, akhirnya kepada diri sendiri jualan semua kembali, terus maju, apa pun kendala yang mereka dihadapi.

Eline akhirnya menentukan pilihannya, berdiri tegak sebagai field commander. Tara yang sebelumnya dirundung luka masa lalunya, akhirnya bangkit. Lahang yang dirundung duka, ketika menerima berita kematian Bapaknya sebelum pentas, ingin pulang waktu itu juga. Namun pada akhirnya terus maju, mewujudkan apa yang selama ini ia dan kedua almarhum orang tuana impikan.

Dari awal sampai menjelang pentas GPMB, banyak hal yang harus mereka dipertaruhkan. Sebagai bagian dari proses, dari daerah nun jauh disana, Bontang, Kalimantan Timur, sampai ke Ibukota, Jakarta. Setelah melewati itu semua, mimpi mereka pun terwujud, berhasil menjuarai GPMB. Josuke yang selama ini menentang kemauan Eline, baru menyadari kekeraskepalannya, dan akhirnya bangga dengan prestasi Eline. Tara yang beranggapan Ibunya tidak memperdulikannya lagi, riang gembira melihatnya ibunya datang. Meski dirundung duka, Lahang tetap mampu tampil maksimal, secarik gambar Monas yang selama ini ia simpan, peninggalan ibunya, seperti ikut menyaksikan keberhasilaannya. Pada akhinya, tangis sedu sedan beriringan dengan tara riang gembira, menyaksikan mereka berhasil meraih mimpi, berhasil merajud asa, meskipun itu sulit dan berat. Vincero!


Komentar

  1. Satu lagi pembuktian tentang keajaiban mimpi...bacaan yang baik untuk membakar semangat kaum muda Bangsa, semoga bisa menjadi inspirasi... Amiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. mimpi bukan sekedar bunga tidur, bisa saja menjadi kenyataan, jikalau kita bisa membuatnya menjadi nyata, tentu saja tidak membayangkannya saja, tapi berbuat lebih nyata

      Hapus
  2. hemm....
    jadi pengen baca keseluruhan ceritanya..... menarik banget buat motivasi....... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba saja, sebelum filmnya tayang, pasti beda hasilnya

      Hapus
  3. kisah yang menarik,,, semua bisa karena percaya pada diri sendiri, menyakinkan diri untuk berkata "KU PASTI BISA"

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa tidak bisa, sama-sama, asal tidak membiasakan untuk tidak bisa

      Hapus

Posting Komentar