Kamis malam (13/2) menjelang tengah malam, terdengar suara dentuman, deemmm... Mendengar suara itu, ah mungkin itu ledakan travo listrik. Sudah tidak ada tak kepikiran lain selain itu.
Saat menjelang shubuh, kebetulan bangun saat suara panggilan sujud
sudah mengudara dan bersuat-suatan, tak lama beberapa saat kemudian keluar kamar,
berjalan, kok ada debu turun dari langit. Sesampai ditempat yang tuju, ini
bukan kok lagi, tapi memang terjadi hujan debu. Waktu itu, yang terpikir, debu
yang turun ini mungkin abu Merapi.
Mulai keluar kamar sampai menuju tempat sujud, baru kelihatan
debu ada dimana-mana. Berjalan sepanjang sekitar 500-an meter, melintasi gang
selebar dua meter-an, makin terlihat debu dimana-mana. Saat mendongak keatas
lebih lagi. Benar, hujan debu rupanya. Sampai ditempat sujud, orang-orang yang
mengenakan peci hitam lebih terlihat debunya diatas peci itu.
Pulang dari tempat sujud, diteras terlihat ada percakapan bapak-bapak,
yang salah satunya mengabarkan “Gunung Kelud meletus”. Sesampai depan kamar,
kemeja putih bergaris biru yang tersemat pada tubuh, dibagian pundak masih ada debu
yang menempel, setelah dikibas-kibas, dilepas dan dicantolkan lagi ke paku
dibalik pintu. Sudah.
Pagi hari yang katanya hari Valentine itu, disamping kamar, deru suara motor mengawali aktifitas
tetangga kamar sebelah. Seperti biasa, pagi mengantar anaknya sekolah, dan
setelah itu kedua orang tua anak yang sekeolah itu berangkat kerja. Masih dari
kamar tetangga sebelah, terdengar tivi menyala, mengabarkan kabar Gunung Kelud meletus.
Baru setelah mendengar kabar itu, seperti yang dibilang bapak-bapak diteras
itu, barulah tau bahwa debu waktu subuh itu, dan dentuman menjelang tengah
malam itu, itu lutusan Gunung Kelud. Wah.
Tak terkira jauhnya, suara letusan dan debu Gunung Kelud
sampai ketelinga yang butuh enam jam perjalanan kereta api. Letusan Gunung Kelud
di Kediri, Jawa Timur, sampai menyapa nan jauh dari pusat Kelud sana ke sini.
Namun, pendek kata, inilah kuasa sang Pencipta, maka terjadilah.
Sekitaran jam 6 pagi, debu masih mengucur deras dari langit, suara
dari corong pemanggil sujud kembali mengudara, mengumumkan bahwasannya “malam
tadi Gunung Kelud meletus, bagi para warga masyarakat dan sekitarnya yang
mungkin tidak mempunyai kepentingan keluar rumah, diharapkan tidak keluar
rumah, untuk menghindari debu Gunung Kelud”. Pengumuman itu tutup dengan
“semoga Allah melindungi kita sekalian”.
Dari pengumuman itu juga mengingatakan akan “kehadiran” yang
tak dinyana-nyana. Hujan debu terjadi tanpa siapa pun tau kapan. Tiba-tiba saja
ia (debu) sudah memperingatkan (kita barangkali).
Kelud yang gunung, dengan mengeluarkan debu, mungkin itulah
caranya memperbaiki diri. Seperti siklus organisme, iya lahir, tumbuh dan mati.
Gunung, iya tumbuh, meletus lalu tidur kembali.
Namun apa yang dikeluarkan
olehnya, debu itu, beberapa saat awal masih menjadi dampak. Tetapi sesudahnya
akan membawa berkah kesuburan tanah, berikut juga memakmurkan hijaunya
tetumbuhan untuk hewan, lebih-lebih untuk manusia itu sendiri juga.
Dan debu itu terbang kemana angin bertiup, barangkali begitulah
ia datang untuk menyapa. Menyapa sampai menuju ke ma rabbuka yang membawanya kemari.
Komentar
Posting Komentar